Rabu, 09 November 2016

Permasalahan Sila Ke 2 : Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA
PERMASALAHAN PADA SILA KE 2 KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB



Disusun Oleh:
Nama :  Ivana Dewi Safitri
NIM   :  16/393879/KH/08872

Dosen : Dr. Heri Santoso

PENDIDIKAN PANCASILA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2016




Sila Ke 2 : Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

A.      Pengertian Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
                 Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta karena berpotensi menduduki/memiliki martabat yang tinggi. Dengan akal budinya, manusia berkebudayaan, dengan budi nuraninya, manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. (Setijo,2010)
                 Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif, tidak subjektif apalagi sewenang-wenang dan otoriter. (Setijo,2010)
                 Beradab berasal dari kata adab, memiliki arti budaya yang telah berabad-abad dalam kehidupan manusia. Jadi, berabad berarti kebudayaan yang lama berabad-abad, bertata kesopanan, berkesusilaan/bermoral, adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan Sang Pencipta. (Setijo,2010)
                 Jadi, sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan keturunan. (Nurdiaman, 2007)
                 Selain disebutkan di atas, NKRI merupakan negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), negara yang memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang beradab. (Setijo,2010)
                 Negara ingin menerapkan hukum secara adl berdasarkan supremasi hukum serta ingin mengusahakan pemerintah yang bersih dan berwibawa, di samping mengembangkan budaya IPTEK berdasarkan adab cipta, karsa, dan rasa serta karay     yang beerguna bagi nusa dan bangsa, tanpa melahirkan primordial dalam budaya. (Setijo,2010)

B.       Penyimpangan Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Penyimpangan dan pelanggaran terhadap nilai sila-sila Pancasila terus terjadi dari setiap tahun ke tahun. Banyak kasus-kasus yang bermunculan di negara Indonesia ini. Berikut beberapa contoh kasus penyimpangan terhadap sila kedua Pancasila :
a.       Tragedi Trisakti (12 Mei 1998)
b.      Hutang Ciptakan Ketidakadilan bagi Rakyat Miskin
c.       Tragedi Kemanusiaan Etnis Tionghoa (13-15 Mei 1998 )
d.      Kasus Penembakan di Lapas Cebongan (5 April 2013)
e.       Kasus Penelantaran 5 Orang Anak di Cibubur
Dari contoh kelima kasus tersebut yang akan dibahas disini adalah tentang kekerasan terhadap anak. Karena kasus tersebut merupakan salah satu contoh kasus yang sedang menjadi polemik di negara Indonesia. Ini adalah alarm bahwa nilai Pancasila belum di amalkan dengan matang. Sehingga hal ini terjadi berulang dan menjadi contoh yang buruk di tanah air ini.
C.       Kasus Kekerasan Pada Anak
§ Kronologi Kejadian Kasus Penelantaran 5 Orang Anak di Cibubur
Pasangan suami Utomo Permono (45) dan istri Nur Indriasari (42) yang menelantarkan kelima anak mereka resmi menyandang status tersangka. Penetapan status itu diputuskan setelah penyidik menerima hasil analisis psikologi Utomo dan Nuri yang menunjukkan keduanya menentarkan anaknya dengan kesadaran penuh.
Kelima  anak yang ditelantarkan  itu berinisial D (8) serta 4 saudarinya, C dan L (10), D (8), Al (5), dan DA (3). Nasib D sangatlah malang. Dia mondar mandir mengendarai sepeda selama sebulan di Perumahan Citra Gran Cibubur. Pada siang hari D mondar-mandir di perumahan tersebut, ke rumah tetangga dan ke tempat-tempat lainnya selain rumah. Kemudian malam harinya, D tidur di pos jaga. Selain tidak diperbolehkan masuk rumah, Dani juga sudah tidak bersekolah sejak sebulan lalu.
D memang bukan anak jalanan. Tapi hidupnya sama terlantarnya dengan mereka yang di jalanan. Entah apa yang terjadi padanya, hingga bocah tersebut mulai berani mencuri. Dari sandal, sepatu, hingga makanan milik warga pernah diambil bocah tersebut.
Krishna Murti mengatakan, selain hasil kejiwaan pelaku, polisi juga mengantongi 2 alat bukti, yaitu hasil visum fisik anak dan keterangan saksi ahli tentang kondisi psikis anak.  Dari hasil visum et repecentrum, kondisi fisik kelima anak yang ditelantarkan mengalami gizi buruk. Selain itu ada bekas luka di kaki anak D (8) yang menunjukkan masa penyembuhan lukanya lama akibat pukulan benda tumpul. Dari 2 hal tersebut dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh penyidik.
Dengan ditetapkannya Tomo dan Nuri sebagai tersangka, maka keduanya dijerat pasal berlapis yaitu Pasal 76B juncto 77B dan Pasal 80 juncto 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 44 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT. “Pasal-pasal tersebut karena kedua pelaku terbukti melakukan penelantaran dan kekerasan terhadap anak mereka dalam kurun waktu 2014-2015,” jelas Krishna.
Saat menggeledah rumah milik pasangan suami istri UP alias T dan NS, kondisi rumah 2 lantai itu sangat memprihatinkan, berantakan dan banyak sampah. Polisi mendapati 4 anak perempuan dalam kondisi fisik yang buruk. Mereka seperti kekurangan gizi dan tertekan. Saat polisi dan KPAI hendak mengamankan anak-anak malang tersebut, sang ayah mencoba menghalau dan bersikeras ia berhak melakukan perbuatan itu karena ia ayah kandung kelima anak.
Keduanya pun digelandang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi. Saat pengembangan kasus, polisi menemukan paket sabu di dalam kamar tidur kedua pelaku. Keduanya lalu ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kepemilikan narkoba dan diserahkan ke Direktorat Narkotika, sembari menjalani pemeriksaan kejiwaan. (Sumber: liputan6.com tanggal 17 Juni 2015)

D.      Opini Tentang Kasus Kekerasan Pada Anak
                 Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi. Menurut Undang-undang Perlindungan anak No 23 Tahun 2002, Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak-anak atau kekuasaan.
                 Seharusnya kekerasan terhadap anak bukan suatu kultur dan ini yang harus diluruskan dalam program pencegahan deteksi dini. Serta perlunya pemahaman di sekolah, rumah, dan anggota keluarga, bahwa memukul anak yang diklaim sebagai suatu proses pembelajaran agar lebih baik, justru itu merupakan satu bentuk kekerasan kepada anak.
                 Kasus kekerasan pada anak ini memang miris untuk terdengar oleh telinga kita sebagai warga Indonesia. Tentu hal ini telah melenceng dari sila kedua Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Karena dalam sila kedua terkandung nilai-nilai humanistis yang harus kita terapkan pada segala aspek kehidupan, antara lain:
·       Pengakuan terhadap adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus  
dihormati oleh siapapun.
·       Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.
·       Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga
nyatalah bedanya dengan makhluk lain.
                 Nilai-nilai tersebut akan semakin pudar jika kita tidak segera menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk orang yang mendidik anak dengan menggunakan kekerasan sebagai alat disiplin yang sebenarnya tidak ada pengaruh positif bagi anak.
                 Bentuk kekerasan pada anak sendiri terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan secara verbal, dan kekerasan secara mental. Hal ini terlihat jelas pada kasus penelantaran 5 orang anak di Cibubur tersebut. Kedua orang tuanya telah melakukan ketiga bentuk kekerasan tersebut yaitu berupa adanya bekas luka di kaki anak akibat pukulan benda tumpul, kelima anak tersebut mengalami gizi buruk, dan lebih mirisnya menelantarkan mereka di jalanan. Hal ini akan sangat berdampak buruk pada kelangsungan hidup anak-anak tersebut baik terhadap mental maupun psikisnya.
E.       Solusi Untuk Kasus Kekerasan pada Anak
                 Sebagai bentuk penegakan hukum di Indonesia, kekerasan terhadap anak sudah melanggar sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan itu tertulis pula dalam Undang-undang yang menyinggung tentang perlindungan anak. Hukuman kepada pelaku sangat penting untuk membuat efek jera dan takut untuk mengulangi tindak kekerasan yang sama. Kekerasan terhadap anak memiliki dampak sangat dalam sehingga pelaku haruslah dihukum. Semua sanksi dari bentuk kekerasan sudah tercantum di dalam undang-undang, hanya saja penerapannya masih perlu pendalaman lebih jauh tentang kasusnya. Namun, kekerasan tersebut dapat di minimalisir atau dicegah.
                 Tindakan pencegahan diperlukan untuk menekan tingkat frekuensi kekerasan yang melanggar keberadabannya sesama manusia. Kiat yang bisa dilakukan untuk itu adalah :
1.    Membantu anak melindungi diri
Dengan memberikan pemahaman dan mengajarkan anak untuk menolak segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan di mana sentuhan terjadi. Mengingatkan anak untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan membuat anak untuk selalu menceritakan jika terjadi sesuatu pada dirinya.
2.    Pembekalan ilmu bela diri
Bela diri dapat digunakan untuk membela diri sendiri dari ancaman-ancaman yang ada. Namun tetap harus diberikan pengarahan bahwa ilmu bela diri dipelajari bukan untuk melakukan kekerasan.
3.    Maksimalkan peran sekolah
Sekolah harus memiliki fungsi kontrol sosial, yakni sekolah memiliki assesment (penilaian) terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif.
4.    Pendidikan budi pekerti
Salah satu solusi untuk mencegah krisis moral yang melanda di kalangan generasi penerus adalah mengajarkan budi pekerti, baik di rumah maupun di sekolah.
5.    Melaporkan kepada pihak berwajib
Hal ini bertujuan agar segera diambil tindakan lebih lanjut terhadap tersangka dan mengurangi angka kejahatan yang sama terjadi.
Daftar Pustaka


Anonim. 2016. Kekerasan Terhadap Anak.
2015.
Janur, Katharina. Ada 21 Juta Kasus, Papua Darurat Kekerasan Anak.
Nurdiaman, Aa. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan Berbangsa dan Bernegara.
Bandung : Pribumi Mekar.
Prosdaya, Pop Sumbar. Bentuk Kekerasan Pada Anak.https://www.facebook.com/notes/posdaya-
2014.
Santoso, Audrey. Penelantar 5 Anak di Cibubur Jadi Tersangka.
Setijo, Pandji. 2010 . Pendidikan Pancasila Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa Dilengkapi
Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemen. Jakarta : Grasindo.
Syarifah, Fitri. Trauma Anak yang Ditelantarkan Bakal Dibawa Seumur Hidup.
Yohana, Yosephine. 2013. Penyebab Kekerasan Terhadap Anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar